titik air menukik keras dan tegas menjelma air mata diharibaan pertiwi.
Dan debu menguyub barisan para buruh bersepeda basah pkaian,
mengadu nasib yg tnpa berkeuntungan.
Sendiri ia melenggang,
berbaju berkebaya kain sarung perempuan merenung itu luka jiwa yg kian melebar.
Cumsa tetesan air mata dan kerudung kian berdebu
dari waktu ke waktu dari perhentian ke perhentian.
Jadi teman setia dlm duka berkepanjangan,
sendri ia melenggang berbekal doa cuma.
Perempuan trcinta, perempuan terhina,
tersalip dlm kebesaran tata warna yg tak jelas warnanya,
di ranjang ia hnya alas, di dapur lebh serupa
tungku, lalu diruang tamu ia sumber serapah.
Perempuan tercinta,
perempuan terhina, engkau keledai di hadapan adat dan agama terbajak
pada
sihir, surga dan neraka yg rusuh bahasanya. #wijithukul
Add caption |
0 comments:
Post a Comment